Saat pertama saya menginstal Linux, saya merasa kecewa sekaligus bingung. Kenapa Linux ogah jalan di komputer saya seperti sistem operasi sebelumnya. Setelah berbingung-bingung ria, baru saya tahu, ternyata Linux memang menuntut hardware yang lebih. Untuk bisa menikmati Linux dengan tampilan grafis yang memukau dengan KDE (atau Gnome), kita sebaiknya (seharusnya) menyediakan hardware yang lebih, dalam artian lebih daripada saat kita menggunakan OS windows. Hardware yang paling utama tentu saja prosesor dan RAM. Prosesor cepat, RAM sedikit, jadilah prosesor sesak napas. Begitu juga sebaliknya, walau memang RAM lebih dominan dalam menentukan kinerja PC, dengan asumsi spesifikasi prosesor yang tidak berbeda sangat jauh.
Kembali ke kisah saya, waktu itu saya bermodal PC PIII 500 Mhz, dengan memory 128 MB, bisa dibayangkan bagaimana XWindow semacam KDE bisa bekerja di PC saya? Karena dana yang limited, saya pun nerimo untuk menikmati distro-distro mini semacam DSL, Puppy dan MoviX, yang memang lancar berjalan di PC saya. Setelah tidak tahan untuk menikmati Linux "betulan", saya nekat membeli tambahan RAM sebesar 256 MB, walau dengan cara hutang pada teman, yang kebetulan memiliki bisnis jual-beli hardware komputer. Dengan pede yang tinggi karena bermodalkan RAM 384, saya langsung instal openSuse 10.2. Dan hasilnya? Jalan lancar, tapi tetap saja terasa berat, terutama untuk membuka aplikasi semacam yast. Saya pun tidak putus asa, cari-cari distro lain dan akhirnya menemukan Mandriva One 2007, yang ternyata cukup ramah dan wes hewez hewes di PC saya. Walaupun begitu, saat menginstal Mandriva 2007, saya harus rela mengusung CPU ke kost teman yang berjarak sekitar 500 meter, dengan jalan kaki, untuk meminjam monitor, karena apa? Ternyata monitor 'antik' saya tidak mampu menampilkan resolusi default Mandriva Linux yang di set ke 1024x768, sementara monitor saya hanya sanggup menampilkan 800x600. Sungguh usaha yang cukup berat, tapi saya sedikit pun sudah tidak peduli. Yang penting, saya bisa memakai dam belajar. Linux .
Apa Inti dari Pembahasan Saya Kali Ini?
Tidak bisa dipungkiri, Linux memang menuntut hardware yang lebih. Katakanlah untuk RAM, ukuran sebesar 256 sangatlah minim untuk menjalankan GUI Linux semacam KDE. Belum lagi kalau kita ingin mempercantik tampilan dengan ini - itu, berarti butuh vga yang lebih pula, dan tentu saja RAM. Lalu, gimana dong? Begini, kita harus menyusun sebuah perbandingan dan prioritas. Katakanlah anda ingin memakai Linux, dan PC anda sekarang ber-RAM 256. Untuk menjalankan Linux dengan semlencer, upgrade ke 512 adalah pilihan sangat bijak. Jadi, berapa biaya tukar-tambah RAM 256 ke 512? Mungkin sekitar 300 ribu ke bawah, murah sekali kan?
Kok murah?
Ya, karena jika kita mau memprioritaskan penggunaan komputer secara legal dan tidak melanggar aturan-aturan HaKi, maka menggunakan Linux adalah satu-satunya pilihan. Dan untuk itu, kita harus upgrade hardware dan menghabiskan sekitar 200-300 ribu rupiah, sementara Linux-nya sendiri, gratis tiss tiss! Bayangkan jika anda tidak mau upgrade hardware dan memilih membeli lisensi OS propietary windows, berapa duitkah itu? Sungguh, saya tidak tahu yang sebenarnya harga lisensi windows asli. Konon, menurut legenda yang ada di majalah, harganya mencapai 2 jutaan rupiah lebih, itupun hanya satu biji lisensi. Jadi, Linux butuh 200 ribuan perak, sementara windows butuh Rp 0,002 miliar, fantastis bukan?
Kesimpulannya adalah.....?!!
LEBIH BAIK, DAN SANGAT TERAMAT BEGITU JAUH LEBIH MURAH SEKALI UNTUK UPGRADE HARDWARE, DARIPADA HARUS BELI LISENSI OS KOMERSIAL WINDOWS.
Tetapi, seperti yang ada di profile saya, bagi anda yang mempunyai uang lebih, membeli OS propietary sama sekali tidak melanggar apapun, dan itu hak anda sepenuhnya. Tapi kalau menurut saya, daripada ngabisin uang buat membeli lisensi, mendingan uang itu saya belikan RAM 2 GB, HardDisk 1 TB, VGA 512, dan QuadCore, plus koneksi internet. Sementara OS-nya? Penguin dong.... Ih, penguin, lucu sekali.... Saya pengin ternak penguin ini... Siapa mau invest?8P
Salam Linux!
Kembali ke kisah saya, waktu itu saya bermodal PC PIII 500 Mhz, dengan memory 128 MB, bisa dibayangkan bagaimana XWindow semacam KDE bisa bekerja di PC saya? Karena dana yang limited, saya pun nerimo untuk menikmati distro-distro mini semacam DSL, Puppy dan MoviX, yang memang lancar berjalan di PC saya. Setelah tidak tahan untuk menikmati Linux "betulan", saya nekat membeli tambahan RAM sebesar 256 MB, walau dengan cara hutang pada teman, yang kebetulan memiliki bisnis jual-beli hardware komputer. Dengan pede yang tinggi karena bermodalkan RAM 384, saya langsung instal openSuse 10.2. Dan hasilnya? Jalan lancar, tapi tetap saja terasa berat, terutama untuk membuka aplikasi semacam yast. Saya pun tidak putus asa, cari-cari distro lain dan akhirnya menemukan Mandriva One 2007, yang ternyata cukup ramah dan wes hewez hewes di PC saya. Walaupun begitu, saat menginstal Mandriva 2007, saya harus rela mengusung CPU ke kost teman yang berjarak sekitar 500 meter, dengan jalan kaki, untuk meminjam monitor, karena apa? Ternyata monitor 'antik' saya tidak mampu menampilkan resolusi default Mandriva Linux yang di set ke 1024x768, sementara monitor saya hanya sanggup menampilkan 800x600. Sungguh usaha yang cukup berat, tapi saya sedikit pun sudah tidak peduli. Yang penting, saya bisa memakai dam belajar. Linux .
Apa Inti dari Pembahasan Saya Kali Ini?
Tidak bisa dipungkiri, Linux memang menuntut hardware yang lebih. Katakanlah untuk RAM, ukuran sebesar 256 sangatlah minim untuk menjalankan GUI Linux semacam KDE. Belum lagi kalau kita ingin mempercantik tampilan dengan ini - itu, berarti butuh vga yang lebih pula, dan tentu saja RAM. Lalu, gimana dong? Begini, kita harus menyusun sebuah perbandingan dan prioritas. Katakanlah anda ingin memakai Linux, dan PC anda sekarang ber-RAM 256. Untuk menjalankan Linux dengan semlencer, upgrade ke 512 adalah pilihan sangat bijak. Jadi, berapa biaya tukar-tambah RAM 256 ke 512? Mungkin sekitar 300 ribu ke bawah, murah sekali kan?
Kok murah?
Ya, karena jika kita mau memprioritaskan penggunaan komputer secara legal dan tidak melanggar aturan-aturan HaKi, maka menggunakan Linux adalah satu-satunya pilihan. Dan untuk itu, kita harus upgrade hardware dan menghabiskan sekitar 200-300 ribu rupiah, sementara Linux-nya sendiri, gratis tiss tiss! Bayangkan jika anda tidak mau upgrade hardware dan memilih membeli lisensi OS propietary windows, berapa duitkah itu? Sungguh, saya tidak tahu yang sebenarnya harga lisensi windows asli. Konon, menurut legenda yang ada di majalah, harganya mencapai 2 jutaan rupiah lebih, itupun hanya satu biji lisensi. Jadi, Linux butuh 200 ribuan perak, sementara windows butuh Rp 0,002 miliar, fantastis bukan?
Kesimpulannya adalah.....?!!
LEBIH BAIK, DAN SANGAT TERAMAT BEGITU JAUH LEBIH MURAH SEKALI UNTUK UPGRADE HARDWARE, DARIPADA HARUS BELI LISENSI OS KOMERSIAL WINDOWS.
Tetapi, seperti yang ada di profile saya, bagi anda yang mempunyai uang lebih, membeli OS propietary sama sekali tidak melanggar apapun, dan itu hak anda sepenuhnya. Tapi kalau menurut saya, daripada ngabisin uang buat membeli lisensi, mendingan uang itu saya belikan RAM 2 GB, HardDisk 1 TB, VGA 512, dan QuadCore, plus koneksi internet. Sementara OS-nya? Penguin dong.... Ih, penguin, lucu sekali.... Saya pengin ternak penguin ini... Siapa mau invest?8P
Salam Linux!
Comments