Alkisah di kampus saya ada bagian komputerisasi, dimana di situ menjadi pusat komputer dan internet untuk akses mahasiswa. Sistem operasi yang di gunakan adalah Microsoft Windows, dan tentu saja dengan akses online. Karena di tangani oleh tim admin yang (seharusnya) tangguh, maka saya percaya saja. Tapi alkisah suatu hari saya online dan tiba-tiba komputer terasa begitu berat, dan saat saya lihat usb flash milik saya, terlihat indicator sedang bekerja, padahal saya tidak melakukan apapun terhadap usb flash saya. “what the damned is going on here?” “virus kah?” “imposibel!” Semestinya, sistem Windows online dengan admin yang (seharusnya) tangguh bisa menangani masalah sekuriti dengan baik, tapi? Dan dugaan saya 100 % tepat, memang komputer di lab komputer kampus saya penuh dengan virus. Demi Tuhan, saya jengkel setengah mati. Damned! Bastard! yang paling mengesalkan tentu saja, selain masalah virus yang ada, adalah ulahnya yang membuat komputer hung total! Keparat! Maklumlah, saya sedang turun iman saat itu, saya sedang tidak fit, dan dengan keadaan yang begitu ironis seperti itu, saya sangat jengkel setengah mati.
Memang, saya sangat yakin, menangani sebuah system yang cukup kompleks, walaupun untuk ruang lingkup fakultas, bukan pekerjaan yang sepele. Tapi masalah sekuriti seharusnya menjadi prioriti utama, itu masalah paling fundamental, terlebih dengan fasilitas online yang penuh, dan menjadi lebih memilukan untuk para mahasiswa, yang telah mengeluarkan biaya untuk memakai fasilitas kampus, yang (semestinya) berkualitas. Saya sungguh jengkel, dan saya tidak tahu pasti kepada siapa arah kejengkelan saya. Mungkin arah kejengkelan saya akhirnya saya tujukan kepada sistem Windows keparat! Sistem windows yang selalu melelahkan dan tidak powerful. Dulu saya sempat bergembira ketika laboratorium internet kampus saya di bundel dengan PCLinuxOS. Saya cukup merasa nyaman, setidaknya error hung hampir tidak pernah terjadi akibat serangan virus. Tapi entah kebijakan apa, akhirnya sistem di re-migrasi ke windows (keparat) tersebut. Saya kecewa!
Saya sangat maklum, memigrasikan sistem lama yang sudah begitu memasyarakat ke sistem baru bukanlah hal yang teramat mudah seperti mengganti baju. Tapi semestinya, untuk kalangan saintifik seperti universitas, riset dan development adalah prioritas utama, terutama sekali untuk masalah adaptasi tehnologi. Sudah semestinya, sejak dahulu, kalangan saintifik di Indonesia serius mengadaptasi sistem open source Linux untuk kepentingan keseharian mahasiswa. Kalaupun argumen bahwa Linux itu kurang kapabel, Linux kurang ini-itu, user-interface grafiknya susah dan lain-lain, menurut saya itu hanya alibi tak layak ucap untuk kalangan saintifik akademik selevel universitas. Begitu banyak alternatif agar sistem Linux itu bisa maximized-adapted untuk mahasiswa, dan yang paling fundamental untuk isu Linux, selain masalah teknis, adalah masalah imej, masalah sosial yang lebih luas, yaitu ikut mensukseskan program Indonesia Goes Open Source (IGOS). Ikut mensukseskan program mulia pemerintah, yang mencoba mengangkat harga diri bangsa yang selama ini begitu lekat dengan imej negatif sebagai Negara pembajak perangkat lunak. Saya tidak tahu harus bagaimana, tapi saya selalu berharap untuk kemajuan bangsa ini, untuk kemajuan semua sendi-sendi penopang masa depan bangsa, dalam hal ini tentu saja untuk kalangan saintifik pendidikan tinggi dengan rekan-rekan mahasiswa di seluruh nusantara.
Comments
Diluar negeri juga banyak pembajakan kok mungkin cuma gak ke expose aja. bayangin aja kalau bandwidth broadband 5mbps pake torrent berapa gigs tu per jam nya. daripada mbuang devisa mending mbajak atau pake aplikasi opensource. wakakakak
jadi kesimpulan penyebab komputer hang, hardwarenya, windowsnya atau FD nya?