Sekali lagi saya merasa sedih. Beberapa waktu yang lalu saya sempat merasa gembira saat ada dua rekan kuliah saya yang tertarik untuk minta di instalasikan Linux di notebook miliknya. Ternyata masalahnya gara-gara OS Windows-nya terserang virus. Masalah klasik. Saya pun langsung getol mencari paket-paket tambahan untuk agar bisa menambah fungsionalitas dan appereance Linux, dalam hal ini khusus paket untuk Ubuntu 8.04. Saya men-download paket Crossover, paket tema gOS, paket tema hijau, w32codecs, dan lain-lain. Tujuan saya hanya satu, ingin membuat rekan saya terkesan dengan Linux dan menjadi benar-benar tertarik dengan Linux. Selain itu saya juga sudah siap dengan repositori ekstra Ubuntu hasil meng-copy dari rekan saya yang lain yang mempunyai DVD-nya.
Setelah saya sangat siap untuk melakukan instalasi penuh Linux pada notebook rekan, sungguh agak mengecewakan, rekan saya tiba-tiba mengurungkan niatnya begitu saja untuk menginstalasi Linux gara-gara masalah yang bagi saya sangat sepele. Rekan saya merasa sayang kehilangan space Hard Drive-nya yang sekitar 10 GB untuk dipakai tempat instalasi Ubuntu. Ya Tuhan! Tampaknya rekan saya belum benar-benar tertarik dengan Linux, dan masih menganggap Linux sebagai sistem ecek-ecek atau mainan belaka. Sistem untuk ber-oprek ria bagi para hacker atau pun cracker. Saya jadi tersadar kembali, nampaknya pandangan rekan saya adalah pandangan secara umum pengguna komputer di negeri kita, masih sangat menyepelekan Linux. Entah kenapa, tiba-tiba saya merasa sangat sakit hati dan tidak terima. Saya jadi emosional. Bukan masalah apa-apa, tapi kenapa begitu banyak orang masih begitu naif-nya terhadap sebuah fenomena, sebuah kenyataan tentang adanya sebuah sistem yang benar-benar handal dan bisa dipercaya? Apakah ini karakter bangsa kita? Sementara kita selalu terbuai dengan nikmatnya menggunakan software proprietary bajakan. Semakin hari, dengan bangga kita memamerkan kemampuan kita dengan menggunakan fasilitas ilegal.
Yah, bisa jadi saya memang kecewa. Saya memang kecewa. Rupanya saya jadi lupa, bahwa begitu banyak pemrogram komputer di seluruh dunia, dengan sukarela setiap waktu mengembangkan, memperbaiki, dan menciptakan program-program serta fungsionalitas baru untuk Linux. Sementara saya yang hanya tinggal memakai dan memperkenalkan kepada pengguna komputer lain, sudah merasa tidak sabar dengan stigma masyarakat tentang Linux. Saya tahu, seperti yang sering saya bicarakan, Linux bukan sekedar sistem baru yang handal, tapi Linux adalah sebuah fenomen sosial humanistik. Kita tak akan pernah lupa dengan slogan Ubuntu : Linux For Human Beings. Linux untuk umat manusia. Hampir semua pengguna Linux di manapun, tertanam di dada mereka, gemuruh rasa bangga dan bahagia karena dengan setia menggunakan sebuah sistem operasi berlogo Penguin, yang dicipta, dan kembangkan, serta disebarkan dengan semangat berbagi dan cinta.
Comments
Alo, met kenal nih... aq Lutfi jg baru d Linux, dengan tukar pikiran dan link pasti akan menambah wawasan, OK!
Klo ada waktu mampir ya ke :
lutfi-unijoyo.blogspot.com
Mas rosyidi... tetap semangat... kalo mas urusannya mahasiswa.. saya malah sering ngompori temen2 kantor saya di seluruh indonesia utk pake linux... dan konyolnya kantor pusat menyediakan kompie berbasis windows semua.
Apa daya? Sampe saya hrs mengakalinya dengan membuatkan LiveCd sendiri yg kira2 cocok dg kebutuhan kantor, ada respon positif ada yg menganggap sepele dan ada yg minta fiturnya ditambah hihihi (padahal saya cuman opreker biasa..)
Akhirnya versi terakhir LIVEDVD saya berbasis Hardy dan ini membuat beberapa teman kantor saya cukup ternganga.. krn saya menanamkan banyak hal yg gak masuk di Hardy... Waktu itu saya berpikir, kalo bisa sekali instal gak perlu nambah apa2 lagi
Skrg mereka minta versi update dr versi yg saya buat hihihi, padahal khan bisa pake reponya Ubuntu... Mana skrg lagi fakir benwit lagi
Salam kenal... tetap semangat