Kemarin ada yang bertanya kepada saya, apa alasan saya memakai Linux? Kalau boleh jujur, saya tidak punya alasan yang pasti. Dalam hal ini saya jujur, sebagai end user komputer Indonesia, adalah bohong kalau beralasan masalah legalitas. Mungkin jawaban yang paling realistis adalah Linux bebas dari virus windows, dan dalam waktu yang masih lama mendatang, virus untuk Linux nampaknya belum akan banyak tercipta.
Dan kalau boleh jujur lagi, alsan saya menyukai Linux adalah sangat tidak rasional. Saya suka Linux karena saya suka musik rock. Loh? Yach, idelalisme. Itulah jawabannya.
Seperti musik rock yang selalu idealis, Linux sejak pertama saya kenal, adlah sebuah karya manusia yang penuh dengan nilai idealisme sangat tinggi : semangat berbagi! Dan mungkin setelah nanti saya berkecimpung dalam dunia bisnis korporat, barulah saya beralasan rasional, bahwa Linux lebih low-cost dari pada apabila kita menggunakan sistem proprietary.
Begitulah.
Distro hopping is a fun adventure. It's a pure joy you can only find in GNU/Linux world. It's a nature you want to escape from what I call 'comfort ecosystem'. You need to play, trying something new even for a few little differences. For a long time I've been using Ubuntu family as my daily driver. The main reason is probably just same as any other Ubuntu user: it's reliable. You can't go wrong with Ubuntu. It works almost in any device, even for the newest one. It is the ultimate Linux distro you can rely on. However, sometimes, you will feel bored. The temptation to flirt with other new distro is unbearable. There are a lot of hot new Linux distros waiting to try. A Real Hidden Gem I've known this distro for a quite long time. At first, it offered Trinity Desktop as the main desktop, which brings me the sweet memories about KDE3. It is simply fast, stable, almost without any issue, and it is based on Debian. I install it on my old machine and I love t
Comments
makasi jg dah mampir..